Rabu, 09 Februari 2011

Membuka Rekening
SELAIN telah berurat berakar, korupsi di negeri ini telah menggurita. Jumlahnya terus membengkak, baik kasus maupun besarnya uang negara yang dirampok. Korupsi dilakukan sistematis dan merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 

Itulah sebabnya korupsi tidak lagi dapat dipandang sebagai kejahatan biasa. Ia sudah menjadi kejahatan luar biasa, yang harus dihajar dengan cara-cara yang tidak biasa. 

Salah satu cara yang tidak biasa itu ialah menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terhadap rekening aneh pejabat seperti rekening gendut petinggi kepolisian. 

Dalam perspektif itulah, apresiasi perlu diberikan kepada Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat yang memutuskan informasi 17 nama pemilik rekening anggota Polri dan besaran nilai yang dikategorikan wajar sesuai dengan pengumuman pihak Mabes Polri pada 23 Juli 2010 adalah informasi yang terbuka. Bahkan, majelis memerintahkan kepada kepolisian untuk memberikan informasi 17 nama pemilik rekening anggota kepolisian itu, termasuk besaran nilainya, kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). 

Putusan yang dibacakan pada Selasa (8/2) itu menambah kekuatan warga untuk memerangi korupsi, meski kepolisian masih naik banding. Naik banding adalah hak, tetapi hal itu aneh dilakukan bila memang rekening itu benar-benar wajar. 

Seperti diketahui, 17 rekening yang diklaim wajar itu merupakan sebagian dari 23 rekening yang diduga bermasalah berdasarkan informasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terhadap 17 rekening yang dianggap wajar sekalipun, kepolisian berkukuh tidak membukanya. 

Sebaliknya terhadap enam rekening lainnya, menurut keterangan resmi kepolisian, terdapat dua rekening terindikasi pidana, satu rekening tak dapat ditindaklanjuti lantaran pemiliknya telah meninggal dunia, dan tiga rekening masih diselidiki. Namun, sejauh ini tindak lanjut terhadap enam rekening itu hilang bak ditelan bumi. 

Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat itu jelas merupakan amunisi baru dalam memerangi korupsi. Banyak laporan PPATK yang dipendam, dipetieskan, dan ditutup-tutupi pihak yang terkena, yang sekarang dapat dibongkar habis oleh civil society dengan menggunakan asas dan prinsip keterbukaan informasi publik. 

Sebagai gambaran, dalam lima tahun terakhir ini saja, PPATK melaporkan lebih dari 1.000 transaksi keuangan yang mencurigakan ke Polri dan Jaksa Agung. Laporan itu menjadi sia-sia karena tidak ditindaklanjuti. Sekarang, civil society seperti ICW dapat memaksa negara untuk membukanya. 

Rekening gendut polisi telah diputuskan harus dibuka untuk publik. Rakyat pun tinggal memvonis: apakah pemerintahan Yudhoyono berani melaksanakannya?