Rabu, 09 Februari 2011

KPK masih Berkomitmen Selesaikan Kasus Gayus
JAKARTA--MICOM:Menanggapi pernyataan Adnan Buyung Nasution tekait keraguannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menuntaskan kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan, Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin mengatakan pihaknya tetap bekerja secara profesional. 

"Tentunya kita bekerja secara profesional yang setahu saya bekerja dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda dengan yang dilakukan penegak hukum lainnya," ungkap Jasin, di Jakarta, Rabu (9/2). 

Ia pun menilai saat ini Kementerian Keuangan juga memiliki komitmen dalam menuntaskan kasus mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak ini. Hal ini terkait dengan pemberian data-data oleh Kemenkeu. 

"Saya kira di jajaran Kemenkeu ada komitmen. Artinya kita tetap menghimpun datanya. Yang jelas saya sampaikan bahwa Kemenkeu kooperatif," ujarnya. (ED/OL-3)
Jimly: Telah Terjadi Kegagalan Sistemik di Negeri Ini
JAKARTA--MICOM:Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai sudah terjadi kegagalan sistemik semua pemimpin negara, sehingga kerusuhan seperti yang terjadi di Cikeusik dan Temanggung bisa terjadi. 


"Tidak ada determinasi lagi. Negara juga tidak berdaya untuk merespon. Ini yang saya sebut kegagalan sitemik," ujar Jimly saat dihubungiMedia Indonesia, Rabu (9/2). 



Walaupun ada kegagalan sistemik, Jimly enggan membenarkan pemerintah telah gagal melindungi rakyatnya. "Belum gagal. Belum seseram yang dibayangkan," imbuhnya. 



Ditambahkan Jimly, kegagalan sistemik terlihat dari sikap pemimpin yang tidak mau dikritik. "Pemimpin kita sekarang, kalau dikritik marah. Sudah ada personifikasi jabatan dan personalisasi institusi. Kritik-kritik dianggap secara pribadi dan personal." 



Karena terlalu sibuk dengan personifikasi inilah akibatnya terjadi main hakim sendiri seperti yang terjadi di berbagai daerah. 



Oleh karena itu, mantan anggota Watimpres itu menyatakan, perlu ada orang yang mampu menggerakkan pemerintahan secara tertib lagi. 



"Saat ini, fungsi-fungsi pemerintahan kurang berjalan. Perlu ada orang yang menggerakkan supaya berjalan, sehingga orang-orang akan diberi arah. Saat ini, semuanya itu berjalan sendiri-sendiri." 



Ia pun mengusulkan agar para pemimpin dari berbagai bidang dan unsur untuk segera bertemu membicarakan masalah ini. (CC/OL-3)
Jeritan Hati Alanda
SKANDAL Bank Century memang belum berhenti bergulir. Banyak nama yang terseret dalam megaskandal yang kini sudah terpolitisasi. Namun, di balik cerita keras itu, ada cerita menyentuh dari seorang remaja berusia 19 tahun. Lewat microblogging miliknya, Alanda Kariza menulis kepedihan hatinya atas ketidakadilan hukum yang menimpa ibunya atas kasus skandal Bank Century. 

Ibu Alanda bernama Arga Tirta Kirana menjabat sebagai Kepala Divisi Corporate Legal Bank Century kini menghadapi vonis 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. 

Tanpa menyalahkan dan memihak siapapun atas megaskandal Bank Century, tulisan Alanda yang kini juga menjadi trending di Twitter mungkin bisa menginspirasi kita. Berikut jeritan hati Alanda: 

Ibu, 10 Tahun Penjara, 10 Milyar Rupiah 

Jika ditanya apa cita-cita saya, saya hampir selalu menjawab bahwa saya ingin membuat Ibu saya bangga. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding mendengar Ibu menceritakan aktivitas saya kepada orang lain dengan wajah berbinar-binar. Semua mimpi yang saya bangun satu persatu, dan semoga semua bisa saya raih, saya persembahkan untuk beliau. Belakangan ini, kita dibombardir berita buruk yang tidak habis-habisnya, dan hampir semuanya merupakan isu hukum. Saya.. tidak henti-hentinya memikirkan Ibu. Terbangun di tengah malam dan menangis, kehilangan semangat untuk melakukan kegiatan rutin (termasuk, surprisingly, makan), ketidakinginan untuk menyimak berita.. Entah apa lagi. 

Selasa, 25 Januari 2011, periode ujian akhir semester dimulai. Hari itu juga, Ibu harus menghadiri sidang pembacaan tuntutan. Hampir tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan Ibu saya, yang sejak bulan September 2005 bekerja di Bank Century. Hanya keluarga dan kerabat dekat kami yang mengetahui bahwa Ibu menjadi tersangka di beberapa kasus yang berhubungan dengan pencairan kredit di Bank Century. Sidang pembacaan tuntutan kemarin merupakan salah satu dari beberapa sidang terakhir di kasus pertamanya. 

Sejak Bank Century di-bailout dan diambil alih oleh LPS, kira-kira bulan November 2008 (saya ingat karena baru mendapat pengumuman bahwa terpilih sebagai Global Changemaker dari Indonesia), Ibu sering sekali pulang malam, karena ada terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Saya jarang bertemu beliau. Bahkan ketika saya berulangtahun ke 18, saya tidak bertemu dengan Ibu sama sekali, karena beliau masih harus mengurus pekerjaan di kantor. Itu pertama kalinya saya berulangtahun tanpa Ibu. Seiring dengan diusutnya kasus Century, Ibu harus bolak-balik ke Bareskrim untuk diinterogasi oleh penyidik sebagai saksi untuk kasus-kasus yang melibatkan atasan-atasannya. 

Sejak saya kecil, Ibu saya harus bekerja membanting tulang agar kami bisa mendapat hidup yang layak - agar saya mendapat pendidikan yang layak. Ketika saya duduk di SMP, beliau sempat di-PHK karena kantornya ditutup. Kami mengalami kesulitan keuangan pada saat itu, sampai akhirnya saya menerbitkan buku saya agar saya punya "uang saku" sendiri dan tidak merepotkan beliau, maupun Papa. Ibu sempat menjadi broker property, berjualan air mineral galonan, sampai berjualan mukena. Adik pertama saya, Aisya, ketika itu masih kecil. Ibupun mengandung dan melahirkan adik kedua saya, Fara. Akhirnya, ketika buku saya terbit, beliau mendapat pekerjaan di Bank Century. Papa sudah duluan bekerja di sana, tetapi hanya sebagai staf operasional. 

Saya lupa kapan.. tapi pada suatu hari, saya mendengar status Ibu di Bareskrim berubah menjadi TSK. Tersangka. 


Itu merupakan hal yang tidak pernah terlintas di pikiran saya sebelumnya. Tersangka? Dalam kasus apa? Dituduh menyelewengkan uang? 

Sejak Ibu bekerja di Century, hidup kami tetap biasa-biasa saja. Jabatan Ibu sebagai Kepala Divisi boleh dibilang tinggi, tapi tidak membuat kami bisa hidup dengan berfoya-foya. Orang-orang di kantor Ibu bisa punya mobil mahal, belanja tas bagus, make up mahal.. Tidak dengan Ibu. Mobil keluarga kami hanya satu, itupun tidak mewah. Saya sekolah di SMA negeri dan tidak bisa memilih perguruan tinggi swasta untuk meneruskan pendidikan karena biayanya bergantung pada asuransi pendidikan. Ibu tidak membiarkan saya mendaftarkan diri untuk program beasiswa di luar negeri -beliau khawatir tidak bisa menanggung biaya hidup saya di sana. Papa di-PHK segera setelah kasus Century mencuat ke permukaan. Papa tidak bekerja, hanya Ibu yang menjadi "tulang punggung" di keluarga saya. Papa dan saya sifatnya hanya "membantu". 

Saat itu, berat sekali rasanya, Ibu memiliki titel "tersangka" di suatu kasus. Saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan saya ketika itu. Saya duduk di Kelas 3 SMA tatkala status Ibu berubah. Ibu jatuh sakit karena tertekan. Tepat satu hari sebelum Ujian Akhir Nasional, Ibu harus diopname, dan saya baru tahu pukul 10 malam karena keluarga saya khawatir hal ini akan mengganggu konsentrasi saya dalam menjalani ujian. Saya tidak lagi bisa memfokuskan pikiran saya terhadap UAN SMA. Pikiran saya hanya Ibu, Ibu, dan Ibu. 

Sejak itu, hidup kami benar-benar berubah.. walau dari luar, Ibu dan Papa berusaha terlihat biasa-biasa saja. Mereka tidak cerita banyak kepada saya. Mobil dijual dan mereka membeli yang jauh lebih murah. Kami jarang pergi jalan-jalan dan saya jarang mendapat uang jajan. Kami lebih jarang menyantap pizza hasil delivery order. Supir diberhentikan, dan hanya punya satu pembantu di rumah. Ibu dipindahkan ke kantor cabang, sementara Papa mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Saya beruntung, mereka berdua tidak pernah menahan saya dari melakukan hal-hal yang saya mau lakukan, terutama aktivitas Global Changemakers dan IYC. Tapi, saya sadar, bahwa hidup kami benar-benar berubah. 

I can live with that. I'm willing to work part time, do internships, and work my ass off to publish more and more books if it would help my parents, especially my mother. Although I don't have my own car and I can't shop luxurious stuff just like my friends do, I'm happy, and I'm willing to live like that. 

Saya mau, meski hal tersebut pasti melelahkan. Saya memilih beasiswa dari BINUS International dibanding Universitas Indonesia, salah satunya juga supaya orangtua saya tidak perlu lagi membiayai pendidikan saya. Supaya uang untuk saya bisa digunakan untuk membiayai pendidikan adik-adik saya. Saya ingin mereka bisa les Bahasa Inggris bertahun-tahun seperti saya dulu… siapa tahu mereka bisa memenangkan kompetisi-kompetisi internasional yang bergengsi. 

Awalnya pun berat bagi Ibu, tapi lambat laun, Ibu sangat ikhlas. Ibu jarang membagi kesulitannya kepada saya -selalu disimpan sendiri atau dibagi ke Papa. Beliau hanya mengingatkan saya untuk tidak lupa shalat dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai-nilai yang baik agar beasiswa tidak dicabut. Dari apa yang dialami Ibu, saya belajar untuk tidak dengan mudah mempercayai orang lain. Ibu orang baik dan hampir tidak pernah berprasangka buruk. Tapi sepertinya kebaikannya justru dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. 

Ibu dituduh terlibat dalam pencairan beberapa kredit bermasalah, yang disebut sebagai "kredit komando" karena bisa cair tanpa melalui prosedur yang seharusnya. Beberapa kredit cair tanpa ditandatangani oleh Ibu sebelumnya. Padahal, seharusnya semua kredit baru bisa cair setelah ditandatangani oleh beliau yang menjabat sebagai Kepala Divisi Corporate Legal. Ya, tidak masuk akal. 

"Kredit komando" ini terjadi atas perintah dua orang yang mungkin sudah familiar bagi orang-orang yang mengikuti kasus Century melalui berita, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim. Dua orang ini sudah ditahan dan seharusnya, menurut saya, kasusnya sudah selesai. Ibu dulu hanya menjadi saksi dalam kasus mereka berdua, karena kredit-kredit tersebut cair karena perintah mereka, bukan Ibu. Bahkan tandatangan Ibu pun "dilangkahi". Pertanyaan saya, mengapa Ibu dijadikan tersangka? Nonsens. 

Oleh karena itulah, saya optimis. Saya tahu bahwa Ibu tidak bersalah, walaupun saya 'awam' dalam dunia hukum perbankan. Saya selalu berkata kepada Ibu bahwa semua akan baik-baik saja, karena itulah yang saya percayai, bahwa negara ini (seharusnya) melindungi mereka yang tidak bersalah, bahwa negara ini adalah negara hukum. 

Sampai akhirnya, pada tanggal 25 Januari 2011, sehari sebelum saya ujian Introduction to Financial Accounting. Hari itu seharusnya menjadi hari yang biasa-biasa saja. Ujian hari itu bisa saya kerjakan dengan baik. Saya pulang cepat dari kampus, tidur siang, bangun dan menonton televisi. Ibu pulang malam. Status BBM salah seorang tante berisi: "Deep sorrow, Arga". (Nama Ibu adalah Arga Tirta Kirana). Saat itu, untuk sejenak, saya tidak mau tahu apa yang terjadi. Hari itu, Ibu dan Papa pergi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengar pembacaan tuntutan. 

Ibu dituntut kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar 10 milyar Rupiah. 

Sesak nafas. Yang terasa cuma airmata yang tidak berhenti. 

Mungkin, ini cuma mimpi buruk.. Mungkin, ketika terbangun, ternyata kasus ini sudah berakhir, dan saya bisa menjalani hidup yang "biasa" lagi dengan Ibu, Papa, dan dua adik-adik yang masih kecil. Walau hidup kami tidak mewah, tapi bahagia. Tidak harus ada sidang, tidak harus ada penyidikan di Bareskrim, tidak harus ada pulang larut karena harus ke kantor pengacara, tidak harus melewatkan makan malam yang biasanya dinikmati bersama-sama. Saya kangen Ibu masak di rumah: pudding roti, spaghetti, roast chicken, sop buntut, apapun. Saya kangen pergi ke luar kota, walau cuma ke Bogor, bersama keluarga. Hal-hal kecil yang sudah tidak bisa kami nikmati lagi. Kalau ini hanya mimpi buruk, saya mau cepat-cepat bangun. 

Mungkin saya tidak sepintar banyak orang di luar sana, terutama para ahli hukum: mulai dari hakim, jaksa, sampai pengacara maupun notaris. Saya tiga kali mencoba untuk diterima di FHUI, dan tiga kali gagal. Tapi, saya bisa menilai bahwa tuntutan yang diajukan itu tidak masuk di akal. 

Gayus -kita semua tahu kasusnya, kekayaannya, kontroversinya - divonis 7 tahun penjara dan denda 300 juta. Robert Tantular dituntut hukuman penjara selama 8 tahun dan Hermanus Hasan Muslim dituntut hukuman penjara selama 6 tahun dari PN Jakarta Pusat. Lalu, mengapa Ibu 10 tahun? Setolol dan seaneh apapun saya, saya cukup waras untuk tidak sanggup mengerti konsep tersebut menggunakan nalar dan logika saya. Apakah karena keluarga kami tidak memiliki uang? Ataukah karena Ibu justru terlalu baik? 

Ini negara yang saya dulu percayai, negara yang katanya berlandaskan hukum. Atas nama Indonesia, saya dulu pergi ke forum internasional Global Changemakers. Atas nama Indonesia, saya mengikuti summer course di Montana. Untuk Indonesia, saya memiliki ide dan mengajak teman-teman menyelenggarakan Indonesian Youth Conference 2010. Indonesia yang sama yang membiarkan ketidakadilan menggerogoti penduduknya. Indonesia yang sama yang membiarkan siapapun mengkambinghitamkan orang lain ketika berbuat kesalahan, selama ada uang. Indonesia yang sama yang menghancurkan mimpi-mimpi saya. 

"Apa yang Alanda ingin lakukan sepuluh tahun lagi?" 

Sebelumnya saya tahu, saya punya begitu banyak mimpi yang ingin dicapai, untuk membuat Ibu bangga, dan - mungkin - untuk Indonesia. Ingin mendirikan sekolah supaya pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, ingin menyelenggarakan IYC terus menerus agar ada banyak agen perubahan di Indonesia, ingin ini dan ingin itu. Keinginan-keinginan itu mati tanpa diminta. Sekarang hanya ingin Ibu bebas dari seluruh kasus tersebut. Sekarang hanya ingin hidup bahagia bersama Ibu, Papa, dan adik-adik - di rumah kami yang tidak besar tapi cukup nyaman; jalan-jalan dengan mobil yang tidak mahal tapi bisa membawa kami pergi ke tempat-tempat menyenangkan. 

Saya mau ada Ibu di ulangtahun saya yang keduapuluh, dua minggu lagi. Saya mau ada Ibu di peluncuran buku saya - seperti biasanya. Saya mau ada Ibu waktu nanti saya lulus dan diwisuda. Saya mau ada Ibu ketika saya suatu hari nanti menikah. Saya mau ada Ibu ketika saya hamil dan melahirkan anak-anak saya. 

Uang, politik, hukum yang ada di negara ini menghancurkan bayangan saya tentang hal itu. Mungkin selamanya pilar-pilar hukum hanya akan mempermasalahkan kredit-kredit macet, menjebloskan orang-orang "kecil" ke penjara tanpa bukti dan analisa yang komprehensif (maupun putusan yang masuk di akal), bukan 6,7T yang entah ada di mana saat ini. Mungkin hal-hal seperti ini yang membuat pemuda-pemuda optimis berhenti berkarya untuk Indonesia. Mungkin hal-hal seperti ini yang membuat individu-individu brilian memilih untuk tinggal dan berkarya bagi negara lain.. agar keluarga mereka tetap utuh. Supaya mereka tidak harus menghadapi ketidakadilan yang menjijikan seperti ini. 

Saya mau Ibu ada di rumah, Indonesia. Tidak di penjara, tidak di tempat lain, tapi di rumah, bersama saya, Papa, Aisya, dan Fara. 

Hari Kamis, Ibu akan membacakan pledooi (pembelaan) di PN Jakarta Pusat. Ibu akan menceritakan seluruh kejadian yang beliau alami dan mengapa seharusnya beliau tidak mengalami tuduhan apalagi tuntutan ini. 

Saya mohon doanya buat Ibu, walau mungkin Anda tidak pernah mengenalnya. Ia berjasa besar bagi saya, dan saya yakin, bagi banyak orang di luar sana. Beliau membutuhkan doa, dukungan, dan bantuan dari banyak orang. 

Even if I have to let Indonesian Youth Conference go, even if I have to work hard 24/7 to live without having to ask for allowances from my mother.. I'm willing to do so. 

I just want her to stay with me.. instead of behind those scary bars. I just want her to witness everything that I will achieve in the future. I just want her to see my little sisters grow up, beautifully. I just want her to always be there around the dining table, and we'll have dinner together. I just want her to cook again for the whole family on Sunday mornings. I just want her to let me drive for her when she has to go somewhere. I just want her to listen to my stories about my boyfriend, my friend, campus life, or silly little things. I just want her here.. Here 
Membuka Rekening
SELAIN telah berurat berakar, korupsi di negeri ini telah menggurita. Jumlahnya terus membengkak, baik kasus maupun besarnya uang negara yang dirampok. Korupsi dilakukan sistematis dan merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 

Itulah sebabnya korupsi tidak lagi dapat dipandang sebagai kejahatan biasa. Ia sudah menjadi kejahatan luar biasa, yang harus dihajar dengan cara-cara yang tidak biasa. 

Salah satu cara yang tidak biasa itu ialah menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terhadap rekening aneh pejabat seperti rekening gendut petinggi kepolisian. 

Dalam perspektif itulah, apresiasi perlu diberikan kepada Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat yang memutuskan informasi 17 nama pemilik rekening anggota Polri dan besaran nilai yang dikategorikan wajar sesuai dengan pengumuman pihak Mabes Polri pada 23 Juli 2010 adalah informasi yang terbuka. Bahkan, majelis memerintahkan kepada kepolisian untuk memberikan informasi 17 nama pemilik rekening anggota kepolisian itu, termasuk besaran nilainya, kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). 

Putusan yang dibacakan pada Selasa (8/2) itu menambah kekuatan warga untuk memerangi korupsi, meski kepolisian masih naik banding. Naik banding adalah hak, tetapi hal itu aneh dilakukan bila memang rekening itu benar-benar wajar. 

Seperti diketahui, 17 rekening yang diklaim wajar itu merupakan sebagian dari 23 rekening yang diduga bermasalah berdasarkan informasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terhadap 17 rekening yang dianggap wajar sekalipun, kepolisian berkukuh tidak membukanya. 

Sebaliknya terhadap enam rekening lainnya, menurut keterangan resmi kepolisian, terdapat dua rekening terindikasi pidana, satu rekening tak dapat ditindaklanjuti lantaran pemiliknya telah meninggal dunia, dan tiga rekening masih diselidiki. Namun, sejauh ini tindak lanjut terhadap enam rekening itu hilang bak ditelan bumi. 

Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat itu jelas merupakan amunisi baru dalam memerangi korupsi. Banyak laporan PPATK yang dipendam, dipetieskan, dan ditutup-tutupi pihak yang terkena, yang sekarang dapat dibongkar habis oleh civil society dengan menggunakan asas dan prinsip keterbukaan informasi publik. 

Sebagai gambaran, dalam lima tahun terakhir ini saja, PPATK melaporkan lebih dari 1.000 transaksi keuangan yang mencurigakan ke Polri dan Jaksa Agung. Laporan itu menjadi sia-sia karena tidak ditindaklanjuti. Sekarang, civil society seperti ICW dapat memaksa negara untuk membukanya. 

Rekening gendut polisi telah diputuskan harus dibuka untuk publik. Rakyat pun tinggal memvonis: apakah pemerintahan Yudhoyono berani melaksanakannya?
KONTRA BERAS IMPOR: Ketua Fraksi PDIP DPR Puan Maharani didampingi politisi PDIP Arif Budimanta mengemukakan penolakan PDIP terhadap kebijakan impor beras kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Seusai jumpa pers, Puan menjawab sejumlah isu politik yang ditanyakan wartawan seperti reshuffle dan beberapa agenda DPR. 



JAKARTA(SINDO) – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terus membuka peluang bergabung dengan pemerintahan.Namun,partai pimpinan Megawati Soekarno Putri ini belum mengeluarkan sikap yang benar -benar konkret karena reshufflekabinet belum terjadi.

”Presiden juga belum mengajak kami berbicara apakah membutuhkan kader PDIP di kabinet atau tidak. Kalau ada tawaran, kami tanya dulu yang diinginkan Presiden. Soal diambil atau tidak, itu urusan nanti,”ungkap Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Hubungan Antar- Lembaga Puan Maharani di Gedung DPR,Jakarta,kemarin. Puan mengungkapkan,yang sebelumnya disampaikan oleh ayahnya yang juga Ketua Deperpu PDIP Taufiq Kiemas bahwa simpatisan dan kader PDIP yang bukan pengurus DPP boleh jadi menteri, hanyalah pernyataan pribadi.

Meski demikian, tidak ada larangan bagi Presiden meminang kader atau simpatisan jika dinilai layak membantunya. ”Yang bisa saya katakan adalah tentu saja PDIP mempunyai kaderkader yang mampu dan mumpuni untuk masuk dalam kabinet. Namun, kami harus tahu dulu apa dan siapanya. Sampai sekarang belum ada pembicaraan, tapi kita membuka diri,”paparnya. Meski membuka diri untuk masuk ke pemerintahan, tidak otomatis jika nantinya masuk PDIP akan berada satu barisan dengan koalisi dalam Sekretariat Gabungan (Setgab). PDIP tetap akan menjadi partai penyeimbang sebagaimana hasil Kongres III PDIP di Bali tahun lalu. ”Walaupun masuk tidak akan masuk di Setgab,”tandasnya.

Sebelumnya,Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDIP Taufiq Kiemas mengungkapkan, bila ada kader PDIP yang masuk Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II asalkan bukan dari fungsionaris DPP, partainya akan mengizinkannya. ”Kalau ada tawaran itu (masuk KIB II), akan kami ambil. Terpenting, kader yang masuk kabinet bukan dari unsur pengurus pusat PDIP,”ujarnya. Menurut suami Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri ini, kader partainya yang menjadi menteri memang harus dari luar struktur kepengurusan agar dapat fokus dan profesional menjalankan berbagai tugas pemerintahan. “Jangan sampai kader PDIP yang menjadi menteri masih terganggu dengan keputusan politik. Sebab, itu akan mengganggu agenda kepentingan bangsa,” tandasnya.

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa mengapresiasi sikap PDIP yang membuka diri untuk bisa masuk kabinet.Dia juga mengungkapkan,hal itu tentu akan menjadi pertimbangan bagi Presiden jika nantinya melakukan reshufflekabinet. ”Soal sampai sekarang belum ada tawaran, kami menyerahkan kepada Presiden.Namun menurut kami, Presiden akan mempertimbangkan semua hal jika akan mengambil keputusan,”tuturnya. Menurut Saan, prinsipnya Partai Demokrat dan PDIP selalu membangun komunikasi yang sifatnya strategis untuk kepentingan bangsa ke depan.Menurut dia, dalam komunikasi politik tidak cukup hanya sebatas membicarakan kursi kabinet, tetapi harus lebih menekankan pada kepentingan bangsa.

”Kami terus intensif melakukan komunikasi dengan PDIP khususnya untuk hal-hal strategis bangsa,”ungkapnya. Terkait keinginan PDIP yang tidak akan mau masuk dalam Setgab Koalisi jika kadernya masuk di kabinet, Saan mengungkapkan bahwa secara politik hal itu sulit terealisasi. Sebab, Partai demokrat sebagai pendukung utama pemerintah tentu mengharapkan agar kerja sama terjadi di semua lini. ”Tidak hanya di eksekutif, tetapi juga kerja sama di kabinet,” ujarnya. Sementara itu,Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengaku tidak keberatan jika PDIP masuk dalam pemerintahan. Dia merasa yakin jika ada jatah kursi kabinet untuk PDIP komposisi dari Golkar tidak akan berubah.

Dia juga menilai dengan masuknya PDIP pemerintahan ke depan semakin efektif dan stabil karena menjadi kekuatan yang sangat dominan di parlemen nanti. ”Kami sambut dengan gembira dan selamat datang teman PDIP. Silakan Mbak Puan jika masuk kabinet,”ujarnya. Sama seperti Demokrat, Priyo juga menyangsikan SBY akan menerima permintaan PDIP jika tetap tidak mau masuk dalam Setgab Koalisi.Sebab, hal itu akan menimbulkan kerancuan politik.

Pasalnya, posisinya yang tidak jelas sebagai partai pemerintah atau oposisi. ”Kadernya ada di kabinet, tapi tidak berkoalisi di parlemen. Itu yang saya kira Pak SBY tidak akan berkenan,”ungkapnya. (rahmat sahid) 
BAHAS KEKERASAN: Menteri Agama Suryadharma Ali bersalaman dengan Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding saat rapat kerja terkait kasus Ahmadiyah dan Temanggung di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin. 



JAKARTA(SINDO) – Pemerintah tidak seharusnya menoleransi segala bentuk aksi kekerasan.Sebaliknya, negara harus menumpas tuntas segala tunas kekerasan di Indonesia,tanpa kompromi dan tanpa memandang agama,ras,ataupun partai politiknya.

Pernyataan ini disampaikan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan saat merespons kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang,Banten(6/2) dan kerusuhan bernuansa SARA di Temanggung,Jawa Tengah(8/2) yang berakibat jatuhnya korban jiwa dan timbulnya kerugian material. Anies secara tegas menuntut pemerintah agar tidak hanya menonton kekerasan yang menjamur belakangan ini.Dia menandaskan, negara adalah pemegang hak tunggal yang memonopoli kekerasan dan negara haruslah menggunakan monopoli itu untuk menegakkan hukum, bukan untuk menonton kekerasan menjamur. ”Kita berada di ambang ketidakpastian karena negara beberapa kali mendiamkan kekerasan.

Kita marah dan kecewa,”katanya. Tokoh muda yang pernah dimasukkan majalah Foreign Policy dalam daftar 100 Intelektual Publik Dunia melihat, rangkaian kekerasan terjadi karena penegak hukum tidak berdiri tegak melawan kekerasan.Menurut Anies, harus ada perintah tegas untuk ”berantas tanpa syarat”semua kekerasan yang terjadi di negara ini. ”Saya khawatir dengan pembiaran dan penularan yang sedang terjadi di republik ini,”tandas Anies. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespons aksi kerusuhan dengan menginstruksikan aparat penegak hukum untuk tidak segan-segan membubarkan organisasi masyarakat yang melanggar hukum. Namun, pembubaran itu tidak boleh melanggar aturan hukum dan undang-undang.

”Kepada kelompok-kelompok yang terbukti melanggar hukum, melakukan kekerasan, dan meresahkan masyarakat, kepada para penegak hukum agar dicarikan jalan yang sah dan legal, untuk jika perlu melakukan pembubaran,”tegas Presiden SBY pada peringatan Hari Pers Nasional di Kupang,Nusa TenggaraTimur (NTT),kemarin. Mantan Menkopolkam ini menggariskan, saat ini adalah era kebebasan menyampaikan pendapat, berbicara, dan berkumpul.Tetapi, ormas atau perkumpulan-perkumpulan di masyarakat tidak boleh sekalipun menyerukan penyerangan kepada salah satu kelompok tertentu.

”Kita tidak boleh memberikan ruang dan toleransi terhadap pidato-pidato,seruan-seruan di depan publik kepada komunitas tertentu untuk melakukan serangan, tindakan kekerasan, bahkan pembunuhan,kepada pihak mana pun. Kesemuanya itu jelas-jelas pelanggaran hukum,”ungkap dia. Presiden juga mengimbau masyarakat dan penegak hukum untuk mewaspadai bila ada massa berkumpul yang terindikasi untuk melakukan serangan. ”Jangan dianggap biasa-biasa saja kalau massa berkumpul dalam jumlah yang banyak, yang diketahui akan melakukan tindakan kekerasan kepada pihak lain,”kata dia.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi saat dikonfirmasi sikap Presiden mengaku tengah mendalami seluruh ormas keagamaan maupun nonkeagamaan yang dinilai meresahkan masyarakat. ”Kita tengah mendalami itu semua, di undang-undang ada itu semua,ada syarat-syarat tertentu kalau memang melanggar itu bisa dibubarkan,” ungkapnya. Menurut dia, pembubaran ormas sangat mungkin dilakukan. Mantan Gubernur Sumatera Barat ini menunjuk Pasal 18 hingga Pasal 24 PP No 18/1986 tentang Ormas yang menyebutkan bahwa sebuah ormas dapat dibubarkan apabila mengganggu keamanan dan ketertiban umum, menerima bantuan asing yang menghasut untuk melakukan kerusuhan,dan sebagainya.

Pembubaran juga bisa dilakukan jika ormas bersangkutan menyebarluaskan permusuhan antarsuku, agama, ras, dan antargolongan, memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,merongrong kewibawaan dan mendiskreditkan pemerintah, menghambat pelaksanaan program pembangunan dan kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan. ”Iya, jadi itulah yang sekarang sedang kita dalami, temuan- temuannya seperti apa, karena kita mengambil tindakan harus berdasarkan fakta,”tegasnya. Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo mengakui dalam peristiwa Cikeusik dan Temanggung ada ketentuan dan proses hukum yang memang dilanggar. Meski demikian, kepolisian masih mendalami unsur-unsur pelanggarannya.

Jika ada fakta-fakta yang mendukung, tidak menutup kemungkinan akan ada pembubaran ormas. Namun, mengenai aksi kekerasan belakangan ini, Timur melihat hal baru sebatas tindakan yang dilakukan perorangan dan bukan atas nama organisasi.”Kalau perorangan,saya kira bukan menyangkut organisasi yah, jadikan selama ini kan perorangan,” katanya. Mantan Kapolda Metro Jaya ini kemudian menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas setiap pelanggaran sesuai ketentuan hukum mulai dari peringatan hingga tindakan tegas lainnya yang tidak mengakibatkan situasi menjadi lebih buruk.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemhan) Marsekal Madya Eris Herryanto di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) menilai kerusuhan dan konflik bernuansa SARA yang terjadi belakangan ini sebagai ancaman kuat terhadap pertahanan dan stabilitas negara. ”Pemerintah menyadari ancaman ini spektrumnya sangat luas. Bukan lagi tradisional, tapi juga nontradisional. ’Non’ juga dapat dibagi-bagi menjadi aktor perseorangan, kelompok organisasi. Jadi konflik bernuansa SARA itu merupakan ancaman,”ujarnya.

Namun, lanjut Eris, meskipun ada kaitannya dengan stabilitas dan pertahanan, di dalam kebijakan umum pertahanan negara, konflik-konflik ini tidak sepenuhnya bermuara pada Kementerian Pertahanan (Kemhan). Masingmasing institusi memiliki porsi masing-masing untuk menanggulangi. ”Jadi sekarang ancaman ini dari mana leading sector-nya dari kementerian bersangkutan. Pandemi flu burung misalnya itu merupakan ancaman terhadap pertahanan juga, tetapi leading sectornya Kementerian Kesehatan. Kalau kriminal polisi,”ucapnya.

Peran Intelijen Dipertanyakan

Komisi VIII DPR mempertanyakan peran intelijen Polri yang dianggap lemah dalam mengantisipasi dua kerusuhan massa di Pandeglang, Banten dan Temanggung, Jawa Tengah.Anggota DPR Imran Muchtar mengatakan, intelijen Polri tidak memiliki peran nyata untuk mengantisipasi kerusuhan di dua wilayah itu.”Jadi di mana peran intelijen Polri? Polri sudah kecolongan dalam kerusuhan ini,”ujar Imran dalam rapat dengar pendapat Komisi VIII dengan Kapolri dan Menteri Agama di Gedung DPR tadi malam.

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menyangkal jika intelijen Polri dikatakan tidak berperan untuk mengantisipasi dua insiden tersebut.Menurutnya,intelijen sudah bekerja optimal mengumpulkan informasi dari masyarakat dan meresponsnya. ”Intelijen sudah memberikan prediksi selama dinamika berjalan. Itu sudah dijalankan. Apa yang terjadi itu dinamika,” ujar Timur. Pada kesempatan itu, Timur mengungkapkan, Polri sudah melakukan tindakan preventif untuk mengantisipasi kerusuhan di daerah-daerah tertentu yang berstatus rawan. Menurut catatan Polri, selama 2010 terjadi 16 kasus kerusuhan bernuansa SARA. Dari jumlah itu, tujuh kasus di antaranya terkait Ahmadiyah. Sisanya menyangkut kasus lain seperti aliran kepercayaan dan pendirian rumah ibadah.

Adapun tahun ini hingga pertengahan Februari terjadi tiga kasus kerusuhan massa yang menyangkut SARA.”Dua kasus Ahmadiyah di Makasar dan satu kerusuhan penistaan agama di Temanggung,”ungkap Timur. Sebelumnya kementerian terkait juga menggelar rapat koordinasi. Rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto ini dihadiri Menkokesra Agung Laksono, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, Mendagri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali, Jaksa Agung Basrif Arief,Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto, dan Kepala Staf Umum TNI Marsdya Edi Harjoko. Kepada wartawan, dia menyatakan bahwa antisipasi dini harus mendapatkan perbaikan.

Berdasar laporan Kepala BIN, lanjut Djoko, aparat-aparat intelijen di daerah telah melaksanakan tugas pendeteksian sesuai prosedur. ”Tetapi, masih harus ditajamkan dan disinergikan dengan aparat intelijen instansi lain seperti Polri, TNI,kejaksaan,”ujarnya. Dia juga menegaskan bahwa pencegahan dini bukan hanya tanggung jawab Polri. Pemda dan satuan-satuan milik TNI juga dapat berperan mewaspadai gerakan- gerakan secara dini yang diperkirakan akan menimbulkan kerusuhan atau perusakan. ”Harus ada inputsatu sama lain dan sinergi agar pencegahan dini dapat berjalan,” katanya.Sinergi juga harus dilakukan pada tindakan preventif berupa pengerahan kekuatan yang sesuai untuk mencegah.

Sementara itu, pengamat pertahanan dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Rizal Darma Putra menilai, ada indikasi kuat terjadi pembiaran oleh aparat keamanan dalam kerusuhan tersebut. Padahal aparat keamanan memiliki perangkat untuk mencegah kerusuhan tersebut, baik aparat intelijen negara, aparat keamanan,maupun TNI. ”Di Temanggung ada pos wilayah Badan Intelijen Negara Jateng.Kodam memiliki Babinsa dan Polri punya Babinkamtibmas sampai level desa.Kenapa ini tidak bisa mendeteksi. Kemudian di lapangan pengerahan pasukan tidak optimal,”ungkapnya.

Menurut dia, jika Polri, TNI, serta intelijen telah memiliki informasi dini namun tidak ditindaklanjuti dengan pencegahan, aparat telah turut terlibat dalam merekayasa kerusuhan. Karena itu, Rizal mendesak perlu ada tim independen untuk menginvestigasi kinerja aparat keamanan. ”Rantai komandonya seperti apa.Mengapa tidak berjalan untuk mengantisipasi,” ujarnya.Tim dapat terdiri atas anggota DPR, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kompetensi terhadap keamanan. (sucipto/pasti liberti)

Selasa, 08 Februari 2011

SBY Hadiri Peringatan Hari Pers Nasional di Kupang
KUPANG--MICOM: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (9/2) pagi ini menghadiri peringatan Hari Pers Nasional di aula El Tari, kompleks Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur, Kupang. 

Kehadiran Presiden dalam acara tersebut merupakan rangkaian kunjungan kerja kepala negara ke provinsi yang berbatasan langsung dengan Timor Leste tersebut. 

Presiden dan Ibu Negara Ani Yudhoyono dan rombongan tiba di Kupang pada Selasa (8/2) siang pukul 14.00 WITA dan langsung meresmikan gong 

perdamaian nusantara di Taman Nostalgia Kupang selanjutnya meresmikan rumah pintar di kelurahan Naioni kecamatan Alak, Kupang. 

Saat meresmikan dan meninjau rumah pintar, Presiden dan Ibu Negara berdialog dengan sejumlah anak usia sekolah dasar yang beraktivitas di rumah pintar tersebut. 

Usai menghadiri peringatan Hari Pers Nasional, Kepala Negara beserta rombongan dijadwalkan melakukan kunjungan kerja ke daerah Atambua untuk meninjau kawasan tersebut. 

Sebelum ke Atambua, Presiden dijadwalkan untuk meninjau Soe, ibu kota kabupaten Timor Tengah Selatan. 

Mendampingi Presiden dalam acara peringatan Hari Pers Nasional antara lain Menkominfo Tifatul Sembiring, Menko Kesra Agung Laksono, Menko 

Polhukam Djoko Suyanto, Mensos Salim Segaf Aljufrie, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Menpora Andi Mallarangeng, Menperin MS Hidayat dan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. (Ant/OL-12) 
Pemerintah tidak Serius Ungkap Mafia Pajak
MESKI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terlibat menangani dugaan mafia pajak kasus Gayus Tambunan, pesimisme tetap saja muncul. Ada keraguan bahwa kasus mafia pajak bakal tuntas. 

Keraguan itu dikemukakan Adnan Buyung Nasution, mantan pengacara Gayus. Kemarin, Buyung menyatakan mundur sebagai pengacara Gayus karena tidak ada lagi persamaan visi-misi antara penasihat hukum dan Gayus, terutama terkait dengan perubahan keterangan Gayus yang diberikan di depan persidangan. 

"Saya harus katakan dengan jujur bahwa saya mulai ragu KPK mampu (menyelesaikan kasus Gayus)," kata Buyung di kantornya. 

Gayus telah divonis tujuh tahun penjara dalam kasus suap saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal dengan kerugian negara Rp570 juta. Namun, kasus dugaan suap Rp28 miliar yang semula diakui Gayus diterima dari tiga perusahaan Grup Bakrie dan sejumlah Rp74 miliar lainnya belum tuntas ditangani sehingga KPK turun tangan mengusut kasus itu. 

Seusai divonis, Gayus mengubah keterangannya bahwa penyebutan nama tiga perusahaan kelompok Bakrie atas desakan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana. Selain itu, Gayus mengatakan pemilihan Buyung sebagai penasihat hukumnya atas usul Denny. 

Menurut Buyung, keraguannya bukan karena ketidakmampuan KPK, melainkan karena pemerintah tidak mendukung penanganan kasus itu oleh KPK. 

Buktinya, pemerintah tidak tegas menyerahkan kasus dugaan mafia pajak kepada KPK, tetapi masih bekerja sama dengan kejaksaan dan kepolisian. Padahal, tambah Buyung, polisi bobrok. ''Edmon (Brigjen Edmon Ilyas) dan Raja (Brigjen Raja Erizman) tidak ditindak. Kejaksaan juga sama. Ada Cirus (Sinaga) dan Fadhil (Regan) juga tidak ditindak. Kok disuruh kerja sama lagi?" cetus Adnan kecewa. 

Buyung juga mengatakan Gayus telah memberikan banyak keterangan kepada penyidik, tetapi tidak ditindaklanjuti. (ED/X-4)
GARUT--MICOM:Sampah menumpuk di pusat kota Kabupaten Garut, Jawa Barat mengakibatkan bau sampah mengganggu pemandangan dan kenyamanan aktivitas masyarakat di kota itu. 

Berdasarkan pengakuan masyarakat Kabupaten Garut, tumpukan sampah tersebut sudah ada sekitar sepekan yang tersebar di beberapa titik pusat kota. Bahkan tumpukan sampah terjadi di lingkungan kantor Pemerintah Kabupaten Garut dan kantor Bupati serta di ruas jalan utama masuk kawasan Garut kota dari Bandung. 

"Adanya tumpukan sampah itu sebenarnya mengganggu kenyamanan masyarakat, apalagi saya sering lihat sampah masih saja menumpuk," kata 

warga Garut, Ningrum (23) yang mengaku kecewa dengan banyaknya tumpukan sampah berserakan, Selasa (8/2). 

Warga Garut lainnya, Hera (20) yang kesehariannya melintas kawasan perkantoran Pemerintah Kabupaten Garut mengatakan terganggu dengan keberadaan tumpukan sampah menimbulkan bau tidak sedap. 

Tumpukan sampah yang sudah berhari-hari tampak dibiarkan itu, membuat heran Hera sebagai warga Garut yang mempertanyakan kinerja petugas kebersihan yang bertugas mengangkut sampah. 

"Apalagi tumpukan sampah itu ada di sekitar kantor Bupati Garut, kenapa petugas kebersihan tidak mengangkut tumpukan sampah itu," tanyanya. 

Kepala Bidang Kebersihan, Dinas Pertamanan dan Cipta Karya, Kabupaten Garut Iwan Trisnadiwan mengatakan adanya tumpukan sampah itu karena tidak ada anggaran operasional mobil pengangkut sampah sejak empat hari lalu. 

"Biaya operasional kendaraan pengangkut sampah untuk 24 kendaraan sudah habis, karena belum disahkan APBD tahun sekarang," katanya. (Ant/OL-13) 
Bentrokan di Cikeusik
Polisi Temukan Senjata Api di Rumah Ketua Ahmadiyah
PANDEGLANG--MICOM: Kepolisian Daerah Banten menemukan senjata api rakitan di rumah Suparman sebagai pimpinan Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang. Banten. 

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Banten Ajun Komisaris Besar Gunawan, Selasa (8/2), menyebutkan petugas menyisir ke berbagai tempat di sekitar lingkungan rumah milik Suparman dan ditemukan sebuah senjata rakitan dan puluhan tombak. 

Rumah Suparman merupakan lokasi bentrokan jamaah Ahmadiyah dan warga yang terjadi Minggu (6/2) hingga menimbulkan korban jiwa. 

Menurut dia, senjata api rakitan dan puluhan tombak tersebut kemungkinan belum digunakan untuk melawan
massa. Mereka dipastikan terlebih dulu diserang massa sehingga tidak sempat menggunakan senjata-senjata itu untuk melakukan perlawanan. 

Saat ini, kata dia, senjata api rakitan dan tombak yang ditemukan di rumah Suparman diamankan petugas. 

"Saya menduga senjata itu sudah disiapkan untuk melakukan perlawanan terhadap
massa," ujarnya. 

Dia mengatakan, pihaknya terus akan melakukan pemeriksaan di seluruh isi rumah Suparman yang dihancurkan
massa karena khawatir banyak senjata rakitan tersebut. 

Selama ini, ujar dia, kondisi rumah banyak puing-puing berserakan sehingga menyulitkan untuk menemukan senjata yang bisa mematikan jika melukai orang. 

"Kami hanya baru menemukan sebuah senjata api rakitan dan puluhan tombak dan dipastikan banyak senjata tajam," katanya. 

Sementara itu, Kepala Desa Umbulan Kecamatan Cikeusik Johari mengaku pihaknya menemukan puluhan tombak, golok dan satu karung batu di dalam mobil Inova milik jamaah Ahmadiyah. 

"Saya yakin mereka sudah merencanakan untuk melawan warga," katanya. (Ant/OL-3)